
Lebih dari itu, siapa pun presiden yang terpilih nanti di tahun 2024 mustahil bisa dan mau mengubah dasar dan bentuk negara yakni Pancasila dan NKRI menjadi negara Islam berdasar khilafah. Untuk bisa mengubah dasar dan bentuk negara, diperlukan persetujuan mayoritas anggota DPR-MPR. Harus diakui, hal itu sulit terwujud.
Pendek kata, terlalu mahal ongkos politik sekaligus risiko yang harus ia bayar jika seorang pemimpin ingin mengubah Indonesia menjadi negara khilafah.
Kedua, dari sudut pandang sosial-kebudayaan rasanya mustahil membayangkan masyarakat Indonesia akan menerima kehadiran khilafah sebagai sistem baru di republik ini. Tujuh dekade lebih bangsa Indonesia hidup di bawah naungan NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 yang menjamin persamaan hak warganegara. Alhasil, kita telah terbiasa hidup di tengah kebinekaan dengan mengedepankan sikap toleran, inklusif, dan pluralis.
Kita terbiasa menghargai dan menghormati kelompok minoritas serta adaptif terhadap budaya lokal Nusantara. Kebiasaan itu niscaya akan sirna ketika NKRI berganti dengan negara khilafah. Artinya, agenda mendirikan negara Islam (khilafah) itu akan terhambat sendirinya oleh kekuatan sosial masyarakat di arus bawah yang sudah terbiasa hidup di bawah sistem republik demokratis.