
Pelayanan yang menggembirakan itu bagaimana? Suatu pelayanan yang menggembirakan mesti berbuah dobel: baik pelayan maupun yang dilayani sama-sama merasa gembira. Pribadi atau kelompok yang melayani, tindakan melayani, motivasi pelayanan dan pihak yang dilayani merupakan aspek-aspek yang penting untuk diperhatikan kelayakannya sehingga suka cita yang tercipta mengarahkan semuanya untuk mengakui bahwa pelanyanan itu mulia, manusiawi dan menjawab kehendak Allah. Mungkin ilustrasi ini dapat berguna. Anto anak berusia 9 tahun, sebelum pergi mengikuti Misa hari Minggu, ibunya memberikan dia 5.000 rupiah. Ia pergi ke ayahnya lalu ia diberikan 2.000 rupiah. Kedua pemberian itu dimaksudkan untuk kolekte. Pada saat kantong kolekte sedang diedarkan, Anto ingat betul kotbah Pastor yang mengatakan bahwa kalau memberikan sesuatu harus ada rasa gembira di hati. Orang harus merasa gembira dengan sesuatu yang akan diberikan kepada orang lain dan perbuatan memberi harus dengan gembira pula. Pada waktu kantong kolekte sampai ke Anto ia mengambil 2.000 di saku kirinya dan memasukan ke kantong kolekte. Ketika ditanya oleh ibunya mengapa tidak memasukan 5.000 rupiah yang diberikan tadi, Anto dengan percaya diri berkata bahwa ia mengikuti saja kotbah Pastor. Ibunya bertanya: "Pastor katakan apa dalam kotbahnya?" Anto menjawab: "Kalau memberi harus ada rasa gembira. Maka saya merasa gembira untuk memberikan yang 2.000 rupiah, sedangkan yang 5.000 saya sama sekali tidak merasa gembira untuk diberikan."
Demikian, sering terjadi bahwa kita memberikan pelayanan atau bantuan berdasarkan kegembiraan kita yang sepihak. Sementara kita tidak peka akan kegembiraan atau kepuasan oran yang akan menerima pemberian kita. Hal ini sebenarnya masih harus diperbaiki. Karena suatu pemberian bantuan atau pelayanan yang menggembirakan mesti memperhitungkan bahwa saya yang memberi merasa gembira demikian juga orang yang menerima mendapatkan kegembiraan. Pelayanan yang menggembiarakan selalu mengambil contoh dari Yesus sendiri, karena bukan tindakan pelayanan sendiri yang hendak ditonjolkan, tetapi demi kemuliaan Allah dan kebaikan manusia. Dua alasan inilah yang membuat suatu pelayanan menjadi mulia, indah dan menggembirakan. Secara konkret, bagaimana dapat kita lakukan dengan baik? Ada beberapa syarat yang dapat ditunjukkan di sini.
Pelayanan itu harus diberikan dengan segera. “Janganlah engkau berkata kepada sesamamu: “pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,” sedangkan yang diminta ada padamu” (Amsal 3,28). Pelayanan atau bantuan kepada sesama hendaknya dilakukan untuk tidak diketahui orang lain. “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu” (Mt 6,3). Pelayanan dan bantuan harus diberikan dengan gembira. “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2Kor 9,7). Pelayanan dan memberikan bantuan hendaknya mempertahankan aspek hormat atau respek orang-orang miskin dan bukan dengan semangat membodohkan atau membuat mereka sangat bergantung. Sikap tidak sabar terhadap orang miskin justru mengurangi nilai kemurahan hati itu sendiri.
Pelayanan harus diberikan demi kasih kepada Allah. “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya” (Mk 9,41). Kita juga harus melayani dengan tidak menuntut balasan.