
Nats Alkitab : 1 Petrus 4:12-16
Penulis : G.I. Yonatan Suwardi
Lhakpa Sherpa lahir di sebuah gua di pegunungan Himalaya. Ia hidup tanpa listrik, tanpa sekolah formal, bahkan saat coba masuk sekolah pun ditolak karena budaya dan keadaan desanya. Meski demikian, ia tidak menyerah. Ia mendaki Gunung Everest berkali-kali, menolak batasan budaya, kekurangan sumber daya dan risiko besar seperti cuaca ekstrem dan bahaya di ketinggian. Ia mengetahui betul bahwa mendaki Everest bukanlah jalan mudah. Diketahui bahwa lebih dari 300 orang tewas saat mencoba mendaki Gunung Everest. Jadi, Lhakpa dan timnya harus melewati mayat-mayat yang sudah terawetkan oleh es Gunung Everest. Pada tahun 2014, sejumlah 16 pemandu Sherpa tewas akibat longsoran salju. Dan di tahun 2015, longsoran lain menewaskan 21 orang. Meski resiko yang buruk dapat terjadi, namun tak membuat Lhakpa mundur. Ia telah mencetak rekor sebagai perempuan Sherpa yang paling sering mencapai puncak Everest.
Rasul Petrus menegaskan bahwa penderitaan karena Kristus bukanlah sesuatu yang mengejutkan (“janganlah kamu heran”), sebab hal itu memang bagian dari panggilan mengikut Dia. Ini bukanlah alasan untuk takut atau mundur. Petrus justru mendorong jemaat bahwa mereka “berbahagia jika dinista karena nama Kristus, sebab roh kemuliaan Allah ada pada kita.” Kata "dinista" dan “berbahagia” saling terkait: penderitaan karena iman bukanlah kekalahan, melainkan bukti bahwa iman itu dimurnikan dan roh kemuliaan Allah sedang bekerja dalam hidup orang percaya. Seperti Lhakpa menghadapi kondisi yang keras, cuaca buruk dan bahkan kritik budaya, tetapi ia terus mendaki. Demikian juga panggilan iman menuntut keteguhan meskipun rintangan berat.
Seperti Lhakpa yang tidak mundur meski awalnya ditolak, kita juga dipanggil untuk tetap setia mengikuti Kristus meski hidup tidak mudah: pekerjaan menuntut kita, kritik atau ejekan dapat datang, tekanan sosial bisa menggoyahkan. Dalam situasi itu, kita bisa mengingat bahwa roh kemuliaan Allah menyertai mereka yang setia sampai akhir. Oleh sebab itu marilah kita tetap teguh, melihat penderitaan sebagai jalan menuju kemuliaan. Kesetiaan kita hingga akhir bukan hanya bukti kasih kita kepada Kristus, tetapi juga menjadi kesaksian nyata bagi dunia bahwa Allah hidup dan berkuasa dalam diri kita.
“Mengikut Kristus berarti siap menanggung penderitaan, namun di balik setiap luka iman ada kemuliaan yang Allah sediakan.”
Pertanyaan untuk direnungkan:
1. Bagaimana Anda menyikapi penderitaan atau tekanan karena iman Anda kepada Kristus?
2. Apakah Anda sungguh siap untuk setia kepada Kristus sampai akhir hidup, seberapapun harga yang harus dibayar? Apa bukti kesiapanmu?